Rabu, 09 Januari 2008

PEMBELAJARAN KONSTEKTUAL

PEMBELAJARAN KONSTEKTUAL

LATAR BELAKANG PENDEKATAN KONSTEKTUAL

Pendekatan kontekstual sudah lama dikembangkan oleh John Dewey pada tahun 1916,yaitu sebagai filosofi belajar yang menekankan pada pengembangan minat dan pengalaman siswa. Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dikembangkan oleh The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning, yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat melalui Direktorat PLP Depdiknas.
Pendekatan kontekstual lahir karena kesadaran bahwa kelas-kelas di Indonesia tidak produktif. Sehari-hari kelas-kelas di sekolah diisi dengan “pemaksaan” terhadap siswa untuk belajar dengan cara menerima dan menghapal. Harus segera ada pilihan strategi pembelajaran yang lebih berpihak dan memberdayakan siswa
Adapun yang melandasi pengembangan pendekatan kontekstual adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benar mereka sendiri. Bahwa pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Konstruktivisme berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas oleh John Dewey pada awal abad 20 yang lalu.
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan sekedar mengetahuinya. Sebab, pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Inilah yang terjadi pada kelas-kelas di sekolah Indonesia dewasa ini. Hal ini terjadi karena masih tertanam pemikiran bahwa pengetahuan dipandang sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal, kelas berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, akibatnya ceramah merupakan pilihan utama strategi mengajar. Karena itu, diperlukan
(1) sebuah pendekatan belajar yang lebih memberdayakan siswa
(2) kesadaran bahwa pengetahuan bukanlah seperangkat fakta dan konsep yang siap diterima, melainkan sesuatu yang harus dikonstruksi sendiri oleh siswa
(3) kesadaran pada diri siswa tentang pengertian makna belajar bagi mereka, apa manfaatnya, bagaimana mencapainya, dan apa yang mereka pelajari adalah berguna bagi hidupnya.
(4) posisi guru yang lebih berperan pada urusan strategi bagaimana belajar daripada pemberi informasi.
PENGERTIAN
Beberapa pendapat tentang konstektual dikemukakan oleh
1.Nurhadi(2002,h.5)
“Pembelajaran konstektual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, permodelan dan penilaian sebenarnya”.
2. Erman Suherman (2003, h. 3)
“Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Leaning, CTL) adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan, menceritakan, berdialog, atau tanya jawab) kejadian pada dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami siswa kemudian diangkat ke dalam konsep yang dibahas”.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan konstektual memberikan penekanan pada penggunaan berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan, permodelan, informasi dan data dari berbagai sumber. Dalam kaitan dengan evaluasi, pembelajaran dengan konstektual lebih menekankan pada authentik assesmen yang diperoleh dari berbagai kegiatan.Pendekatan kontekstual dalam buku Pendekatan Kontekstual yang diterbitkan oleh DEPDIKNAS tahun 2002,Pembelajaran Kontekstual (contextual Teching and Leaning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
3. Joshua (2003, h. 2) mengemukakan :
“Pembelajaran konstektual adalah suatu konsep tentang pembelajaran yang membantu guru-guru untuk menghubungkan isi bahan ajar dengan situasi-situasi dunia nyata serta penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja serta terlibat aktif dalam kegiatan belajar yang dituntut dalam pelajaran”.
Pendekatan kontekstual ini merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siwa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Tugas guru dalam kelas kontekstual ini adalah membantu siswa mencapai tujuannya, maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan srtategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi anggota kelas (siswa).
Pendekatan kontekstual ini perlu diterapkan mengingat bahwa sejauh ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal. Dalam hal ini fungsi fungsi dan peranan guru masih dominan sehingga siswa menjadi pasif dan tidak kreatif. Melalui pendekatan kontekstual ini siswa diharapkan belajar denga cara mengalami sendiri bukan menghapal.
Dari Pendapat para ahli dapat diketahui pegertiannya adalah sebagai berikut :
1. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
2. Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat

KARAKTERISTIK PENDEKATAN KONSTEKTUAL

 Kerjasama
 Saling menunjang
 Menyenangkan, tidak membosankan
 Belajar dengan bergairah
 Pembelajaran terintegrasi
 Menggunakan berbagai sumber
 Siswa aktif
 Sharing dengan teman
 Siswa kritis guru kreatif
 Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
 Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain

KOMPONEN PENDEKATAN KONSTEKTUAL
Berikut ini adalah uraian mengenai ketujuh komponen utama dalam pembelajaran kontekstual yang terdapat pada Contextuan Teaching And Leaning (Depdiknas, 2002, h. 10 ) sebagai berikut :
1) Kontrukstivisme (Constractivism)
Kontrukstivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual. Maksud konstruktivisme disini adalah pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak secara mendadak. Dalam hal ini, manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalan nyata.
2) Menemukan (Inquiri)
Menemukan merupakan kegiatan inti dari proses pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dalam hal ini tugas guru yang harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.
3) Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Dalam proses pembelajaran bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis penemuan (inquiri), yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diteliti dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui.
4) Masyarakat Belajar ( Learning Community)
Konsep masyarakat belajar ini menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil pembelajaran diperoleh dari berbagi antar teman, antar kelompok dan antar yang tahu dengan yang tidak tahu. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah, seseorang yang terlibat dalam masyarakat belajar akan memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Oleh karena itu, dalam kelas kontekstual guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar.
5) Pemodelan (Modeling)
Pemodelan maksudnya adalah bahwa dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu harus ada model yang ditiru. Pemodelan akan lebih mengefektifkan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual untuk ditiru, diadaptasi, atau dimodifikasi. Dengan adanya suatu model untuk dijadikan contoh biasnya akan lebih dipahami atau bahkan bisa menimbulkan ide baru. Salah satu contohnya pemodelan dalam pembelajaran misalnya mempelajari contoh penyelesaian soal, penggunaan alat peraga, cara menemukan kata kunci dalam suatu baca, atau dalam membuat skema konsep. Pemodelan ini tidak selalu oleh guru, bisa oleh siswa atau media yang lainnya.
6) Refleksi (Feflection)
Refleksi adalah cara berpikir apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Refleksi adalah berpikir kembali tentang materi yang baru dipelajari, merenungkan lagi aktivitas yang telah dilakukan atau mengevaluasi kembali bagaimana belajar yang telah dilakukan. Refleksi berguna untuk mengevaluasi diri, koreksi, perbaikan, atau peningkatan diri. Membuat rangkuman, meneliti, dan memperbaiki kegagalan, mencari alternatif lain cara belajar (leaning how to learn) dan membuat jurnal pembelajaran adalah contoh refleksi
7) Penilaian yang Sebenarnya (Autentic Assesmen)
Assesmen otentik adalah penilaian yang dilakukan secara konperhensif berkenaan dengan seluruh aktifitas pembelajaran yang meliputi proses dan produk belajar sehingga seluruh usaha siswa yang telah dilakukan mendapat penghargaan. Penilaian otentik seharusnya dilakukan dari berbagi aspek dan metode sehingga menjadi obyektif. Misalnya membuat catatan harian melalui observasi untuk menilai aktivitas dan motivasi, wawancara atau angket untuk menilai asfek afektif dan tes untuk menilai tingkat penguasaan siswa terhadap materi bahan ajar.
Dari ketujuh komponen tersebut, pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang berlandaskan pada dunia kehidupan nyata (real word), berpikir tingkat tinggi, aktivitas siswa, aplikatif, berbasis masalah nyata, penilaian komprehensif dan pembentukan mausia yang memiliki akal sehat.

PEMIKIRAN BELAJAR DENGAN PENDEKATAN KONSTEKTUAL

Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.

1. Proses belajar
• Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri
• Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru
• Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan
• Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisak, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
• Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
• Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi didrinya, dan bergelut dengan ide-ide
• Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.

2. Transfer Belajar


• Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain
• Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit)
• Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu

3. Siswa sebagai Pembelajar

• Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru
• Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting
• Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
• Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

4. Pentingnya lingkungan Belajar

• Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan.
• Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya
• Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar
• Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

Tidak ada komentar: